ASAL MUASAL DESA PENANGKAN




Dulu ada seorang prajurit yang bernama Joko Loyoyang melarikan diri dan bersembunyi di belik/sumber air Sinongko. Disebut Sinongko karena sumber air tersebut berada di bawah pohon nangka Wasi (nangka yang sudah tua dan besar sekali). Sewaktu duduk beristirahat ada buah yang masak dan jatuh ke tengah sumber air, dan oleh Joko Loyo diambil dengan maksud akan dipotong-potong untuk dimakan. Namun ketika pedang yang ia gunakan tidak berhasil memotong buah nangka dan jatuh bersama Joko Loyo ke dalam air sumber air tersebut. Tanpa didasari ternyata membuat Joko Loyo membuat sakit. Karena merasa sudah mampu, maka Joko Loyo membuka hutan seorang diri untuk dijadikan perkampungan. Olehnya kampung yang baru dibuka itu diberi nama dengan Penangkan, artinya tempat beradanya pohon nangka.

Konon diceritakan, pada suatu hari ada utusan dari Dracik yang mencari di mana sebetulnya tempat petilasan dari Joko Loyo. Dalam perjalanan mencari petilasan tersebut ia selalu mengambil tanah dan menciumnya untuk mengetahui petilasan Joko Loyo. Demikianlah hal itu dilakukan berulang-ulang hingga sampai di daeah Penangkan. Ketika mengambil tanah di situ dan menciumnya, ia merasa cocok bahwa di tempat itulah petilasan Joko Loyo berada. Kemudian sebagai pertanda bahwa itu merupakan tempat petilasan Joko Loyo ditanamlah pohon mangga. Dan sampai sekarang pohon mangga tersebut masih ada di atas petilasan Joko Loyo.

Di desa Penangkan ada suatu tempat yang namanya Siguo, konon kabarnya di tempat itu dulu ada seorang yang pertapa yang berasal dari Kesesi. Setelah bertapa tersebut pulang dan di desanya ia terpilih menjadi kepala desa. 50 meter ke bawah dari Siguo dapat dijumpai sebuah batu besar. Penduduk menyebutnya dengan nama batu Gedogan (kandang kuda). Konon kabarnya dari tempat itu kadang terdengar suara kuda yang sedang meninggalkan kandang (gedogan) oleh karena itulah batu itu dinamakan batu Gedogan. Dan oleh penduduk tiap malam jumat kliwon dalam bulam Suro diberikan sesaji berupa katul dan tetes. Dan 200 meter ke bawah lagi dapat dijumpai makam dari :

1.      Syeh Siti Jenar
2.      Syeh Jambu Karang
3.      Syeh Jambu
4.      Syeh Maulana.

Keempat orang tersebut berada dalam satu makam dan berada di bawah pohon mangga. Makam tersebut ditandai dengan sebuah batu yang oleh penduduk dinamakan batu Lumpang, karena bentuknya seperti Lumpang (tempat menumbuk padi). Konon kabarnya apabila batu tersebut disingkirkan pasti akan kembali lagi ke tempat semula dengan sendirinya.

Sedangkan pedukuhan yang lain adalah Wonoedi. Konon kabarnya yang membuka hutan tersebut adalah mbah Rasup. Dinamakan Wonoedi karena hutan di daerah tersebut itu indah (dalam bahasa jawa edi) kemudian hutan (wono) yang indah (edi) tersebut digunakan untuk memberi nama desa yang baru dibuka oleh mbah Rasup sebagai tanda bahwa di tempat tersebut semula hutannya indah. Di dukuh Wonoedi dapat dijumpai sebuah mata air yang oleh penduduk dipercaya berasal dari Bismo. Mata air tersebut dapat dijadikan tanda, yaitu kalau airnya berwarna putih akan ada penduduk yang meninggal dunia. Hal itu sampai sekarang masih bisa dijumpai dan penduduk mempercayainya.



Di edit oleh : Nurrochim, S.Pd Guru Sejarah SMA Negeri 2 Batang

0 Comments